Jumat, 02 Januari 2015

OPINI JOB SEEKER DAN JOB CREATOR



Sudah tidak asing lagi ditelinga kita mendengar kata job seeker (pencari lapangan kerja) di negara kita ini masih banyak sekali pencari lapangan kerja diperusahaan swasta maupun negeri mereka ingin berbondong-bondong untuk bersaing menjadi karyawan di perusahaan yang mereka inginkan, padahal kita tahu sendiri jumlah lapangan kerja di negara kita ini masih cukup terbatas dan menjadi salah satu pegawai bukan merupakan salah satu cara untuk membuat hidup menjadi lebih baik dimasa yang akan datang. Bisa kita lihat berapa banyak jumlah mahasiswa-mahasiswi yang lulus ingin berwirausaha, itu buat saya masih cukup jarang, karena di pola pikir mereka pasti setelah lulus harus mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan diperusahaan-perusahaan besar, apalagi lowongan pekerjaan khususnya untuk pegawai negeri (PNS) dibuka setiap tahunnya meski jumlah yang melamar pekerjaan lebih banyak dibandingkan dengan posisi yang diharapkan dan itu juga PNS hanya untuk mengisi posisi pegawai yang sudah habis masa kerjanya (pensiun). Belum lagi dengan masyarakat yang menganggur yang termasuk dalam kalangan berpendidikan tinggi , itu semua sangat mengkhawatirkan dengan melihat perekonomian Indonesia saat ini.
Tidak heran sekali banyaknya masyarakat yang menganggur karena salah satu faktor calon pegawai yang tidak lulus tahap seleksi dan menjadi daftar antrian panjang jumlah angkatan yang semakin bertambah lagi setiap tahunnya. Bisa dikatakan bahwa job seeker ini merupakan penyebab tingginya angka pengangguran. Semestinya dari saat masih mengenyam pendidikan mereka harus mempunyai mindset bahwa setelah lulus mereka menjadikan dirinya untuk siap bekerja dan menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan kemudian mempunyai usaha yang maju dan berkembang kemudian memiliki pegawai dalam keahliannya masing-maing serta dapat mensejahterakan semua karyawannya. Dalam hal ini program kewirausahaan mahasiswa perlu ditingkatkan dan dikembangkan sebagai seorang individu yang aktif dan mampu memulai bisnis baru yang mempunyai pengetahuan luas dengan skill yang menunjang, karena dalam berwirausaha  harus berani bersaing untuk mengexplorasi ide bisnis dan menjadikannya bernilai.
Untuk memulai menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan menjadi job creator (pencipta lapangan kerja) ini sebenarnya harus dibuktikan secara nyata bekerja langsung dilapangan , seperti kita sebagai seorang mahasiswa bisa sedikit demi sedikit mencoba hal ini, contohnya saja apabila kita mempunyai modal yang cukup , atau tempat yang memadai kita bisa saja membuka usaha fotocopy di area kampus, selain ramai dan diminati ini juga menjadi peluang besar untuk kita berwirausaha. Atau mungkin membuka tempat laundry disekitar area kos tempat mahasiswa tinggal selama kuliah.Ini semua adalah bebarapa contoh kecilnya saja yang saya paparkan.
Pengembangan jiwa kewirausahaan bagi mahasiswa Perguruan Tinggi dimaksudkan untuk memberikan bekal kepada mahasiswa agar mahasiswa/alumni memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang mengutamakan inovasi, kreativitas dan kemandirian. Desain pembelajaran yang diberikan adalah pembelajaran yang berorientasi atau diarahkan untuk menghasilkan business entrepreneur terutama yang menjadi owner entrepreneur atau calon wirausaha mandiri yang mampu mendirikan, memiliki dan mengelola perusahaan serta dapat memasuki dunia bisnis dan dunia industri secara profesional.
Menjadi job creator seperti yang kita tahu harus menciptakan sesuatu yang kreatif dan inovatif dan harus mampu menghadapi segala resiko atau peluang yang ada disekitar, selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik dan memiliki inisiatif. Selain itu seorang job creator sangat membantu pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. membangun semangat kewirausahaan yang tangguh ditengah tengah masyarakat kita yang masih mengantungkan harapan yang tinggi pada pilihan menjadi karyawan seringkali mengalami banyak hambatan. Seandainya saya diberikan pilihan antara ingin menjadi job seeker atau job creator tentu saya lebih memilih job creator dengan kemampuan yang dimiliki dan modal yang cukup besar , tentunya disini saya bisa membangun, merintis usaha yang saya inginkan . Saya tertarik untuk menciptakan usaha kuliner dengan cita rasa yang unik berbeda dengan yang lainnya walaupun usaha kuliner ini persaingannya sangat berat. Jika usaha saya berhasil nantinya saya akan memperluas usaha ini dengan membuka berbagai gerai di beberapa wilayah tentunya dengan mempunyai beberapa karyawan dan kerabat kerja yang mendukung dalam kesuksesan usaha saya. Walaupun mempunyai tahap-tahap tersendiri untuk mencapai semuanya dan saya memungkinkan bahwa dalam setiap memulai berwirausaha itu pasti mengalami namanya jatuh bangun dan kegagalan atau kerugian yang tidak bisa kita prediksikan kapan itu bisa terjadi. Namun ketidakmampuan manajemen juga merupakan kelemahan pemahaman terhadap persoalan keuangan; investasi yang buruk dan perencanaan yang jelek adalah sejumlah variabel yang menentukan jatuh bangunnya sebuah usaha. Intinya menjadi seorang job creator itu mempunyai nilai yang lebih istmewa dibandingkan dengan job seeker yang hanya bekerja pada orang lain bukan membuat lapangan kerja untuk orang lain.

ringkasan jurnal



Ringkasan Jurnal :
Judul                            : Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi
                                        Kecurangan (Fraud)
Penulis                         : Suzi Noviyanti
Universitas                  : Universitas Kristen Satya Wacana
No Jurnal                   : Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 5 -
                                       Nomor 1, Juni  2008
Abstrak :
Professional skepticism is an attitude that includes a questioning mind and a critical assessment of audit evidence. Auditors should maintain a certain level of professional skepticism in detecting financial statement fraud since the perpetrators conceal the resulting irregularities. Two experiments were conducted. First, a 3×3 between subjects experiment design was conducted to investigate how fraud risk assessment affects the level of professional skepticism on different levels of trust in auditor-client relationship. Participants were randomly assigned to one of nine conditions. Second, a within subject experiment design was conducted to examine the effect of personality type un professional skepticism. A total of 118 junior, senior and supervisor auditors from public accounting firm participated in the experiment. The results of Analysis of Variance (ANOVA) suggest that auditors with identification based trust in the high fraud risk assessment group were more skeptical than in the low fraud risk assessment group. While the auditors with calculus based trust showed no differences in skepticism between the high group and the low fraud risk assessment group. Auditors with ST (Sensing-Thinking) and NT (Intuitive-Thinking) types of personality were more skeptical than other types.
Keywords: Professional Skepticism, Trust, Fraud Risk Assessment
Latar Belakang :
Seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisme profesionalnya. Standar professional akuntan publik mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI 2001, SA seksi 230.06). Seorang auditor yang skeptis, tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek yang dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya. Kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti Enron, Xerox,Walt Disney, World Com, Merck, dan Tyco yang terjadi di Amerika Serikat; selain itu juga kasus Kimia Farma dan sejumlah Bank Beku Operasi yang melibatkan akuntan publik di Indonesia, serta sejumlah kasus kegagalan keuangan lainnya. Penelitian Beasley et al. (2001) yang didasarkan pada AAERs(Accounting and Auditing Releases) dari SEC selama 11 periode (Januari 1987 – Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisme profesional audit. Berdasarkan penelitian ini, dari 45 kasus kecurangan dalam laporan keuangan, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisme profesional yang memadai dan ini merupakan urutan ketiga dari audit defisiensi yang paling sering terjadi (Beasley et al. 2001). Jadi rendahnya tingkat skeptisme professional dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. Kegagalan ini selain merugikan kantor akuntan publik secara ekonomis, juga menyebabkan hilangnya reputasi akuntan publik di mata masyarakat dan hilangnya kepercayaan kreditor dan investor di pasar modal. Auditor independen yang melakukan audit di lapangan akan melakukan interaksi sosial dengan klien, manajemen dan staf klien. Interaksi sosial ini akan menimbulkan trust (kepercayaan) dari auditor terhadap klien. Tingkat kepercayaan auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan sikap skeptisme profesionalnya. Kopp et al. (2003) mengembangkan model teoritis mengenai hubungan antara factor trust dengan sikap skeptisme profesional auditor. Model ini belum diuji secara empiris, dan sampai saat ini masih sedikit penelitian yang membahas mengenai hubungan antara kepercayaan dan skeptisme profesional. Standar profesioral menghendaki agar auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja bahwa manajemen adalah tidak jujur, tetapi juga tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen sepenuhnya jujur (IAI 2000). Jadi auditor diminta agar tidak memiliki tingkat kepercayaan yang terlalu tinggi terhadap kliennya. Tetapi dalam praktiknya, seorang auditor seringkali menghadapi konflik sehubungan dengan tingkat kepercayaannya terhadap klien. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh interaksi dari kepercayaan dan penaksiran risiko kecurangan terhadap skeptisme profesional auditor, apakah auditor yang mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap klien, manajemen dan staf klien, dapat mempertahankan sikap skeptisme profesionalnya jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi. Selain itu juga ingin diketahui apakah auditor yang mempunyai tingkat kepercayaan yang rendah jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah akan menurunkan skeptisme profesionalnya. Tipe kepribadian seseorang diduga juga mempengaruhi sikap skeptisme profesionalnya. Lykken et al. (1993) dalam Petty et al. (1997) mengakui bahwa sikap mempunyai dasar genetik. Dengan kata lain perbedaan karakteristik individual yang mengacu pada faktor-faktor yang melekat pada diri seseorang akan mempengaruhi sikap seseorang. Tesser (1993) dalam Petty et al. (1997) menyatakan bahwa sikap yang mempunyai dasar genetik cenderung lebih kuat dibandingkan dengan sikap yang tidak mempunyai dasar genetik. Jadi dapat dikatakan bahwa perbedaan kepribadian individual menjadi dasar dari sikap seseorang termasuk sikap skeptisme profesionalnya. Sampai saat ini penelitian mengenai pengaruh faktor tipe kepribadian terhadap skeptisme profesional belum banyak ditemukan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara tipe kepribadian auditor dengan skeptisme profesional sehingga dapat diketahui apakah auditor dengan tipe kepribadian kombinasi Sensing-Thinking (ST) dan Intuitive-Thinking (NT) lebih skeptis dibanding auditor dengan tipe kepribadian lain. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi bagaimana pengaruh dari penaksiran risiko kecurangan pada berbagai tingkat kepercayaan auditor dan bagaimana pengaruh tipe kepribadian terhadap skeptisme professional auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Variabel Penelitian :
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah trust ataukepercayaan (X1), fraud risk assessment atau  penaksiran risiko kecurangan (X2),  dan tipe kepribadian (X3), skeptisme profesional(Y)
Metodelogi penelitian :
Studi ini merupakan studi eksplanasi yang berkaitan dengan pengujian hipotesis dan dilakukan untuk mendapatkan pemahaman mengenai sifat hubungan tertentu, atau menentukan perbedaan antar kelompok atau kebebasan (independensi) dari dua atau lebih faktor. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang diatur yaitu dengan menggunakan desain eksperimen laboratorium. Penelitian ini menggunakan 2 macam eksperimen. Eksperimen pertama digunakan untuk mendukung pengujian terhadap hipotesis 1. Sedangkan eksperimen kedua digunakan untuk mendukung pengujian terhadap hipotesis 2. Manipulasi terhadap variabel independen secara sederhana dilakukan dengan membuat tingkatan yang berbeda pada variabel independen untuk menilai bagaimana dampak dari tiap-tiap tingkatan tersebut terhadap variabel dependen, sehingga dengan melakukan manipulasi maka tingkat pengaruh kausal dapat dibuktikan (Sekarang 2000). Eksperimen pertama mempunyai desain faktorial between subject (antarsubyek) 3 x 3 , dengan variabel independen: kepercayaan (calculus-based trust,knowledge based trust, dan identification based trust), dan penaksiran risiko kecurangan (tinggi, rendah, dan tanpa pemberitahuan) dan variabel dependen skeptisme profesional. Kombinasi dari between subjects experimental treatments (perlakuan eksperimental antar subyek) akan menghasilkan 9 kelompok subyek. Pada eksperimen kedua, semua subyek mendapat treatment yang sama. Variabel independennya adalah tipe kepribadian (tipe kepribadian ST dan NT, dan tipe kepribadian lainnya). Variabel dependennya adalah sikap skeptisme professional auditor.
Hasil Penelitian :
Dari hasil penelitian ini nampak bahwa auditor merubah sikap skeptisme profesionalnya yang seharusnya rendah menjadi tinggi sesuai dengan perilaku skeptis yang dikehendaki oleh atasannya. Auditor memandang bahwa reward dari atasannya adalah sesuatu yang penting bagi dirinya, maka sikap skeptismenya akan mengikuti petunjuk dari atasannya. Dengan bersikap skeptis, auditor dapat mengurangi disonansi kognitif yang dialaminya, sesuai dengan yang dinyatakan dalam teori disonansi kognitif. Sedangkan pada auditor denganknowledge based trust dan calculus based trust, tidak ada perbedaan skeptisme profesional pada auditor yang diberi penaksiran kecurangan yang tinggi dengan yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan dan dengan penaksiran risiko kecurangan yang rendah (p>0,05). Auditor dengan calculus based trust mempunyai tingkat kepercayaan yang rendah terhadap klien, hal ini Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan 121 akan meningkatkan skeptisme profesionalnya. Standar profesional akuntan public (IAI 2001) menghendaki agar auditor bersikap skeptis dengan tidak mudah percayapada keterangan klien tanpa melalui pembuktian yang memadai. Dengan demikian terjadi keselarasan kognisi auditor bahwa ia harus bersikap skeptis. Meskipun atasan auditor memberinya penaksiran risiko kecurangan yang rendah, hal ini tidak merubah sikapnya, auditor tetap dapat mempertahankan sikap skeptismenya. hitung Levene Test adalah 2,632 (p>0,05), yang berarti terdapat variance yang sama pada populasi skeptisme profesional auditor antara auditor dengan tipe kepribadianST dan NT dengan auditor dengan tipe kepribadian lainnya, oleh karena itu analisis uji beda T Test menggunakan asumsi equal variance.Output SPSS menunjukkan bahwa nilai t pada equal variance assumedadalah 6,814 dengan p=0,000. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara skeptisme profesional auditor yang memiliki tipe kepribadian ST dan NT, dengan skeptisme profesional auditor yang memiliki tipe kepribadian lainnya. Hal ini mendukung hipotesis 2 bahwa tipe kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor.

DESKRIPSI DIRI



Nama               : Yoga Wahyu Jati
Alamat            : Sawangan Elok Rt 02 Rw 07, Parung, Depok
Cita-cita          : Pegawai Negeri (PNS)

Saya mempunyai kelebihan ataupun kekuatan dalam hal semangat di dalam diri. Itulah mengapa saya masih mempunyai sebuah mimpi atau impian yang sangat besar sampai hari ini, semua itu dikarenakan oleh semangat yang besar dalam diri saya. Namun, di dalam kehidupan nyata, semangat tidaklah cukup untuk dapat meraih ataupun menggapai sebuah impian. Karena di dalam kehidupan nyata terdapat banyak halangan dan cobaan atau bahkan hal-hal yang tidak terduga. Saya mempunyai keinginan untuk bekerja yang mana tidak jauh dari hal yang saya suka, misalnya seperti di bidang olahraga dan seni musik. Maka dari itulah, lambat laun saya mempunyai sebuah cara untuk mengoptimalkan kelebihan atau kekuatan yang ada dalam diri saya.
Dengan berbagai pengalaman kegagalan yang pernah saya lalui, saya mendapat sebuah cara yang mana sangat cocok untuk diri saya. Hal itu adalah memperbanyak ilmu dari orang-orang yang sudah berpengalaman di dalam hal tersebut, seperti dengan cara bergaul dengan orang-orang yang sejalan atau sejalur dengan kita dan yang paling penting ialah dapat mengontrol hasrat atau semangat yang ada dalam diri saya. Dari bermacam-macam pengalaman yang pernah saya lalui, saya merasa bahwa saya akan menjadi lebih baik jika saya bisa melakukan kedua hal tersebut. Karena bagi saya, kedua hal tersebut adalah suatu faktor atau cara yang mana bila dilakukan bisa membuat diri saya menjadi lebih baik, maka dari itu, kedua hal tersebut bisa dikatakan adalah sebagai suatu cara bagi saya agar saya dapat mengoptimalkan semua kelebihan atau kekuatan yang saya punya.
Selayaknya manusia biasa, yang mana kita menyadari bahwa semua manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan diri saya. Saya dilahirkan dan diciptakan di dunia ini hanyalah sebagai manusia biasa yang mana saya juga memiliki banyak kekurangan ataupun kelemahan. Seperti yang sudah saya jelaskan dalam analisis SWOT saya, di dalam diri saya juga terdapat kelemahan ataupun kekurangan. Kekurangan atau kelemahan tersebut adalah saya sering tidak konsisten dalam menjalankan pekerjaan yang saya kerjakan. Hal itu disebabkan karena saya selalu tidak focus dan konsentrasi dalam mengerjakan hal yang saya kerjakan. Maka dari itulah bisa dikatakan bahwa saya adalah orang yang sangat lemah dalam berkonsentrasi.
Sebenarnya, lemahnya saya dalam berkonsentrasi dikarenakan oleh banyaknya aktivitas yang saya lakukan setiap harinya. Seperti yang sudah saya jelaskan diatas tentang kelebihan saya yang mana saya sangat menyukai Olahraga, terutama Sepakbola. Olahraga tersebut sangatlah menguras tenaga, jadi saya sering sekali merasa kelelahan dan kecapekan setelah melakukan hal tersebut. Itulah yang menyebabkan saya sering merasa susah untuk berkonsentrasi dalam melakukan suatu hal yang saya kerjakan.
Namun sebagai manusia pada umumnya, saya juga mempunyai sebuah atau suatu cara untuk mengatasi hal tersebut, karena setiap manusia pasti belajar dari kegagalan ataupun kesalahan yang pernah dilakukannya agar menjadi lebih baik. Cara mengatasi kekurangan dan kelemahan saya ialah dengan lebih memperhatikan dan menjaga kesehatan saya. Misalnya seperti, mengontrol banyaknya kegiatan Olahraga yang saya kerjakan, agar saya tidak terlalu capek dalam melakukan aktivitas lain, dan saya sering mengontrol kesehatan, dengan sering memeriksakan kondisi tubuh saya ke dokter, saya merasa bahwa kondisi tubuh saya menjadi lebih baik dari sebelumnya, sehingga saya lebih mudah untuk berkonsentrasi dan fokus dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan lainya. Jadi, sedikit demi sedikit saya merasa bahwa saya dapat mengatasi kekurangan dan kelemahan yang ada di dalam diri saya.
Melihat dari analisis diri ataupun SWOT diatas, bisa dikatakan bahwa bakat saya lebih cenderung di hal yang mana berhubungan dengan kegiatan extra saya, seperti Olahraga. Hal ini disebabkan karena saya lebih bisa bersemangat atau menjiwai pekerjaan yang saya lakukan jika pekerjaan tersebut berhubungan dengan Olahraga. Hal ini diperkuat dengan saya lebih merasa nyaman dan bersemangat jika menjalani kegiatan yang berhubungan dengan Olahraga. Maka dari itu, menurut pandangan yang ada di dalam diri saya dan dari beberapa pandangan orang yang sudah saya dengar, saya merasa lebih baik jika saya menjalani sesuatu hal yang mana bisa membuat saya nyaman. Karena menurut saya, kalau kita melakukan sesuatu hal dengan tidak memakai hati maka hal tersebut akan menjadi sia-sia.
Selama ini saya bercita-cita ingin menjadi seorang pegawai, namun sebelumnya ketika saya masih anak-anak, saya mempunyai cita-cita sebagai seorang olahragawan atau pemain bola. Namun setelah waktu lambat laun berjalan hingga sampai sekarang, akhirnya saya memutuskan bahwa saya ingin menjadi seorang pegawai negeri. Walaupun pegawai negeri adalah sebagai pilihan utama saya, namun saya juga mempunyai keinginan untuk berwirausaha.
Usaha yang saya ingin geluti adalah usaha perlengkapan Olahraga, karena saya merasa bahwa saya tidak bisa jauh dari kegiatan yang berhubungan dengan fisik, terutama Olahraga sepak bola. Usaha tersebut adalah saya ingin sekali membuka sebuah toko perlengkapan Olahraga, terutama perlengkapan Olahraga Futsal atau Sepakbola. Bisa kita lihat bahwa, sepakbola adalah sebuah Olahraga yang paling populer atau paling disukai di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor kenapa saya ingin sekali menggeluti usaha di bidang tersebut.
Melihat perkembangan Olahraga sepakbola di Indonesia, saya menilai bahwa di Indonesia Olahraga tersebut sangat populer sekali, tidak terkecuali di Depok. Hal ini dibuktikan dengan makin banyaknya lapangan Futsal yang dibangun di Depok. Dari hal tersebut saya merasa bahwa ini adalah sebuah peluang bagus bagi saya untuk mengembangkan jiwa berbisnis saya, disamping saya juga sangat menyukai suatu hal yang berhubungan dengan Olahraga sepakbola. Maka dari itu, muncul sebuah inisiatif atau ide di dalam diri saya untuk membuat sebuah toko peralatan sepakbola dan futsal.
Dalam setiap usaha pasti ada sebuah persaingan, begitu pula dengan bisnis ini. Saya menyadari di bisnis ini akan terdapat banyak persaingan, karena setiap orang pasti juga berlomba-lomba untuk mencari peluang. Namun dalam hal ini saya sangat amat optimis, hal tersebut dikarenakan saya mempunyai ide pemasaran yang sangat baik dan berbeda dengan ide-ide pemasaran lainya. Ide tersebut ialah dengan memilih tempat yang strategis, karena menurut saya pemilihan tempat akan sangat berpengaruh besar dalam usaha untuk menarik Customer ataupun pelanggan. Dan di sisi lain, saya juga akan mengutamakan pelayanan yang baik kepada Customer agar para Customer atau pelanggan merasa senang dan nyaman saat berada di toko saya.
Sedangkan dari sumber daya manusianya, saya akan berusaha untuk memakai atau bekerja dengan teman saya yang dapat dipercaya dan juga bergelut dalam bidang tersebut. Dan pada penggerakan bisnisnya, saya akan berusaha untuk membuat promo yang menarik di beberapa produk, sehingga diharapkan akan membuat Customer ataupun pelanggan tertarik dan mengenal toko saya. Sedangkan dari aspek keuangan, saya akan berusaha untuk menggunakan modal yang besar, karena di dalam bisnis ini dituntut untuk memiliki banyak jenis produk, dan agar membuat banyak Customer mempunyai banyak pilihan atau referensi untuk memilih barang yang mereka inginkan.
Dari beberapa penjelasan yang sudah saya tuliskan diatas, saya berkesimpulan bahwa dengan berbagai aspek yang ada di dalam diri saya, entah itu kekuatan dan kelemahan yang saya punya, saya berpendapat bahwa semua itu adalah sebagai sebuah tantangan yang mana harus dilewati agar saya dapat menjadi lebih baik. Karena setiap orang pasti berbeda-beda dan tidak sama, maka dari itu setiap manusia mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri. Dan dari hal itu saya menyadari bahwa semua manusia mempunyai jalan masing-masing untuk menjadi sukses. Begitu pula dengan diri saya, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang saya punya, saya yakin bahwa saya akan menjadi lebih baik dengan terus mengoptimalkan semua kekuatan atau kelebihan yang saya punya, dan mengatasi semua kekurangan atau kelemahan yang saya punya, agar kelak saya menjadi manusia yang lebih baik dari yang sebelumnya.

OPINI TENTANG PENGERTIAN DESKRIPSI ETIKA & PROFESI



ETIKA

A. Pengertian Etika

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).


B. Definisi Etika


- Menurut Bertens : Nilai- nilai atau norma – norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

 - Menurut KBBI : Etika dirumuskan dalam 3 arti yaitu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

- Menurut Sumaryono (1995) : Etika berkembang menjadi studi tentang manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.


C. Macam-macam Etika


Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :

1. Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.

2. Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :

1. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.

2. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.

Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

        Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
        Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi

D. Manfaat Etika

Beberapa manfaat Etika adalah sebagai berikut ,
1. Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.
2. Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana
    yang boleh dirubah.
3. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat.
4. Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai.

 

PROFESI

A. Pengertian Profesi

Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknikdan desainer

Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang mudah dimengerti oleh masyarakat awam adalah: sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus  dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.

B. Karakteristik Profesi
- Keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan teoritis : Professional dapat diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik.
- Assosiasi professional : Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya.
-  Pendidikan yang ekstensif : Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
-  Ujian kompetensi : Sebelum memasuki organisasi professional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoritis.
- Pelatihan institusional : Selain ujian, biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan institusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi.
- Lisensi : Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
- Otonomi kerja : Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
- Kode etik : Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
 
C. Ciri – Ciri Profesi

Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
- Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
- Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
- Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
- Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
- Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.